gayuh-smanda

Selasa, 14 Juni 2011

Tangis Gereja

Dinginnya malam, tak membuat Yanuar menghentikan langkah kakinya menuju gereja. Di tengah keheningan ini, ia merasa gelisah. Sesekali ia melirik jam tangannya. Pukul 00.00 , tepat tengah malam. Seketika rasa takut mewnusuk ke dalam hatinya. Perlahan namun pasti, membuat ia mempercepat langkah kaki.

Ya, Franciscus Xaverius Yanuar adalah sosok pria yang masih menyempatkan mengurus dan sedikit menyumbang jasanya pada gereja. Dan saat ini, di tengah mimpi berratus ribu masyarakat Ungaran, Yanuar tetap melangkah menuju gereja karena ada suatu hal yang harus dibicarakan dengan pemuda gereja lainnya. Meski rasa kantuk kadang membisik pikirannya, namun ia tetap masih tergugah. Langkah demi langkah, beriring nama Tuhan membuat rasa takutnya menghilang.

Cahaya rembulan membuat setiap lembar kaca cahaya rembulan memancarkan keindahan tersendiri. Membuat langkah kaki Yanuar terhenti sejenak untuk beberapa detik. Perlahan ia membuka pintu gereja. Pandangannya langsung tertuju kepada teman-temannya di sudut kanan gereja.

“ Hey, kemari cepat! “ , pinta seorang pemuda.

“ Ia sebentar. “, jawabnya.

Yanuar berkumpul dengan teman-teman sebayanya. Mereka menyanyikan lagu malam gereja. Waktu terus berlanjut, mereka berdiskusi mengenai pokok pertemuan mereka malam ini. Lama kelamaan, rasa kantuk berhasil mempermainkanYanuar. Ia melirik jam untuk kesekian kalinya, pukul 03.00. Waktu tak berpihak kepadanya. Semakin ia berusaha menahan kantuk, semakin kuat matanya berusaha terpejam.

“Yanuar, kamu ngantuk ya? “, kata salah seorang temannya.

“ Sana cari angin dulu, periksa ke depan, motorku masih ada atau tidak.”

“ Kenapa aku yang disuruh ? “ , tanya Yanuar heran.

“ Kan kamu yang ngantuk. “ , sanggah pemuda itu lagi.

“ Ia, aku yang periksa. “

“ Jangan marah ya.”

Permintaan teman-temannya telah membuat Yanuar kembali takut. Sejenak ia terdiam, dan memejamkan mata.

“ Kenapa diam? Takut ya? “, ledek salah satu temannya.

“ Ia.”, jawabnya polos.

“ Kamu pasti berani, cuma ke depan kok”

Yanuar bergegas menghampiri pintu depan gereja. Tiba-tiba ia terhenti. Angin malam membelai wajahnya membuat suasana semakin mencekam. Tetapi ada sesuatu di dalam jiwanya yang tetap memaksa ia keluar. Entah apa itu. Berkali-kali Yanuar menyebut nama Tuhan, untuk menghilangkan sedikit kegelisahan yang berkecambuk di dadanya. Begitu keluar dari pintu gereja, ia terkejut. Matanya tertuju pada bungkusan hitam yang terletak di samping pagar. Terdengar suara tangis, lirih dan mencekam. Bungkusan itu amat mencurigakan. Pasalnya pada saat berangkat, ia yakin tidak ada bungkusan yang tergeletak di situ. Perlahan Yanuar menghampiri, dan mengintip isi dari bungkusan itu.

“ Astaga!”, teriaknya.

Teman-teman Yanuar terpaksa harus menghentikan pembicaraan untuk melihat Yanuar.

“ Ada apa si?” , tanya temannya heran.

“ I….itu.” , dengan suara gagap, ia menunjuk ke arah bungkusan itu.

“ Astaga, bayi!”

“ Ia, masih hidup dan tali pusarnya terbakar.” , terangnya.

“ Bawa bayi ini ke rumah ibu bidan , lalu saya akan menghubungi pamong desa”

Semua berpencar menuju tempat dimana mereka akan meminta bantuan. Yanuar yang tadinya takut, sekarang malah berani menyusuri kota yang sepi.Nafasnya tersengal-senggal ketika sampai di rumah bidan Tatik. Ia lalu mengetuk pintu beberapa kali. Lalu munculah wanita paruh baya yang mengenakan pakaian warna putih.

“ Ada apa ini?”, tanyanya heran.

“ Selamatkanlah bayi malang ini!”

Yanuar memperlihatkan apa yang ada di gendongan tangannya. Sesosok bayi yang penuh darah dan luka yang dibalut kain hitam.

“ Cepat masuk!”

“ Baik bu.”

Yanuar menyerahkan temuannya itu kepada bidan Tatik dan mempercayakan semua padanya. Tak henti-hentinya ia berdoa pada Tuhan, memohon bayi itu agar selamat.

“ Gimana bayinya?”, suaranya mengagetkan Yanuar.

“ Eh ia. Itu sedang diobati oleh bidan Tatik.”

“ Saya bawa pamong desa, kamu ceritakan semua kronologinya.”

“ Cerita apa?”

“ Kamu yang jadi saksi kan?”

“ Saksi apa?”

“ Saksi penemuan, kamu yang cerita ke dia.”

Yanuar seakan diintrogasi oleh pamong desa. Ia memberikan semua informasi yang ia tahu. Yanuar juga ditanyai oleh beberapa polisi.

“ Baik saudara Yanuar, kami akan menyelidiki kasus ini. “ , seru salah satu polisi sembari undur diri.

“ Sangat sadis ibu yang membuang bayi ini.”, tutur temannya.

“ Ia.” , jawab Yanuar singkat.

Yanuar menerawang jauh. Kedatangan bidan Tatik membuyarkan pikirannya.

“ Untuk sementara ini bayi perlu mendapatkan perawatan intensif.”

“ Jadi bagaimana bu?

“ Untuk sementara ini biarkan dulu si bayi dirawat di sini.”

“ Baik bu, kami permisi dulu.”

Yanuar dan teman-teman pulang dengan hati iba mengingat kondisi pertama saat bayi itu ditemukan.

Setelah beberapa hari berlalu, belum ada informasi mengenai asal usul orang tua bayi tersebut, baik dari polisi maupun pamong desa. Kondisi bayi sendiri berangsur-angsur pulih.

Melihat hal itu, tersirat di benak Yanuar untuk mengangkatnya sebagai adik. Walaupun kini ia telah menjadi adik Yanuar , polisi masih menyelidiki kasus itu. Penemuan bayi ini telah membuktikan firasatnya, malam disaat ia mendebgar suara tangis dalam sepinya gereja. Tangis gereja yang mencekam nan merana.



Selesai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar